Gugatan Toyota Innova: 3 Hakim PN Jaksel Dilaporkan ke Badan Pengawasan MA dan KY

-

gugatan toyota innova

Gugatan Toyota Innova

7-Mei-2024

JAKARTA, NETRALNEWS.COM – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang mengadili perkara No.491/Pdt.G/2023/PN JKT. SEL. dilaporkan kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI tanggal 25-4-2024 dan Komisi Yudisial (KY) pada Senin (6/5/2024).

Sengketa perdata ini melibatkan Konsumen Toyota bernama Elnard Peter dengan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (Tergugat I), PT. Toyota Astra Motor (Tergugat II) dan PT. Astra International (Tergugat III) di PN Jakarta Selatan.

Baca juga: Saham Astra (ASII) Merah 8 Hari Beruntun

Peter melayangkan laporan tersebut lantaran merasa dirugikan atas proses peradilan di Tingkat I oleh Majelis hakim yang terdiri dari Raden Ari Muladi, SH. sebagai Hakim Ketua, Rika Mona Pandegirot, SH., MH., dan Delta Tamtama, SH.,MH sebagai Hakim anggota.

Menurut Peter, laporan tersebut memuat ketidakprofesionalan dan tidak bersikap adil kepada kedua belah pihak yang bersengketa selama pemeriksaan perkara dalam persidangan.

“Bukti surat otentik yang diajukan Penggugat yaitu Repair Manual produk yang memuat Baku Mutu khususnya Spesifikasi Standar Geometri Roda produk Toyota All New Kijang Innova yang ditetapkan oleh Toyota Motor Corporation tidak pernah diperiksa,” tegas Peter kepada wartawan, Selasa (7/5/2025).

Baca juga: Sengketa Perlindungan Konsumen Tak Boleh Kesampingkan Hak Kekayaan Intelektual Pemilik Merk

“Kemudian berlembar-lembar “Wheel Alignment Report” yang diproduksi oleh bengkel Auto2000 Bintaro juga tidak diperiksa karena memuat nilai Sudut SAI (Steering Axis Inclination) yang nyata diluar dari Baku Mutunya,” tambahnya.

Menurut Peter, pembuktian terbalik yang dilakukan oleh pihak Tergugat hanya dengan menghadirkan saksi ahli otomotif mendapat tempat istimewa dari majelis seolah-olah keterangan ahli dapat dipergunakan sebagai Spesifikasi Standar Arbitrasi dan tanpa mempertimbangkan Kekayaan Intelektual milik pencipta produk yang notabene Pemilik Merk Toyota.

“Padahal melantur dan serampangan karena tidak bersesuaian dengan Repair Manual produk (Kekayaan Intelektual) ataupun standar konsensus ISO 8855:2011 yang sangat jelas menetapkan definisi teknis perihal SAI, apalagi keterangan ahli yang menyatakan ada atau tidaknya cacat tersembunyi hanya berdasarkan “Test Drive” tentu karena tidak paham standar ISO 15037-1:2019,” tegasnya.

Baca juga: Pakar Hukum Sebut Antara Toyota Versus Pelanggan Mesti Ada Pembuktian Terbalik

“Sementara dalil yang dipergunakan para Tergugat bahwa produk Mobil Penumpang Kategori M1 yang saya beli sudah sesuai dengan Standar Homologasi (Government Regulatory Standard) merupakan manipulatif dan menyesatkan karena tidak ada kaitannya dengan perkara ini yaitu soal tidak terpenuhinya “Quality Standard” yang ditetapkan oleh pencipta produk dan Pemilik Merk Toyota atau Cacat Tersembunyi” tambahnya.

Baca juga: Saham Tunas Ridean Ditendang Dari Bursa, Kenapa?

Dikatakan Peter, berbahaya sekali jika badan peradilan umum mengesampingkan Hak Kekayaan Intelektual dalam menyelesaikan sengketa mutu produk terkait cacat tersembunyi karena Repair Manual produk wajib menjadi referensi tunggal dalam pembuktian atau sebagai alternatif menggunakan acuan standar internasional.

Peter menegaskan, Saut Maruli Tua, SH., MH., selaku Ketua PN Jakarta Selatan semestinya mampu memastikan bahwa setiap hakim akan berperilaku sesuai pedoman Kode Etik dan Perilaku Hakim (KEPPH) setiap mengadili suatu perkara.

Baca juga: Pakar Hukum UI Angkat Bicara soal Pembuktian dalam Sengketa Perlindungan Konsumen

Apalagi kata Peter, gugatan ini bisa dijadikan referensi hukum bagi pemilik 600.000 unit Toyota Kijang Innova tahun produksi 2011-sekarang yang sudah terjual kepada Konsumen (termasuk aset Negara/Daerah).

Pasalnya menggunakan suku cadang yang sama apalagi menilik RPJMN dan/atau RPJPN dimana negara memiliki visi supaya industri Otomotif menjadi salah satu pilar ekonomi Nasional.

Pakar hukum perlindungan konsumen dari Universitas Indonesia, Inosentius Samsul, menegaskan bahwa hak paten pada dasarnya melekat pada produk itu sendiri. Sehingga Majelis Hakim yang tidak memeriksa bukti otentik dalam sengketa tersebut bagian dari peradilan sesat.

“Itu peradilan yang sesat. Proses yang tidak cukup. Kalau di pidana, dia tidak melakukan tindak pidana, malah disebut melakukan tindak pidana. Nah, dalam perdata pun demikian. Menurut saya itu peradilan sesat.

Artikel mengenai gugatan toyota innova yang mengakibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dilaporkan ini juga telah tayang, cek selangkapnya: https://netralnews.com/tiga-hakim-pn-jaksel-dilaporkan-ke-badan-pengawas-ma-dan-ky/NElOS1M5TjhlMlJaMHEyUHlpcUxIQT09

Share this article

Recent posts

Google search engine

Popular categories

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Recent comments